
Kehidupan Yang Baik
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)
“ Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan “. ( An-Nahl : 97 )
Penghidupan yang baik? insan mana yang tak menginginkannya. Cita-cita utama setiap manusia di dunia, demi itu pula mereka mengerahkan segala potensi yang mereka miliki, sekalipun mengorbankan jiwa dan nyawa. Tapi yang menjadi pertanyaan, kehidupan seperti apa yang dianggap baik oleh manusia?
Meski diungkap dengan kalimat yang sama, persepsi manusia tentang ini berbeda-beda, tergantung siapa yang memaknainya. Beda persepsi beda pula cara untuk menempuhnya dan meraihnya.
Secara umum manusia memaknai kehidupan yang baik itu dengan materi semata. Rumah mewah, kendaraan mewah, harta melimpah, punya berhektar-hektar sawah, dan berbagai kenikmatan lainnya yang bersifat materi. Betul semua itu bisa melengkapi nilai dari kehidupan yang baik, tapi yang inti yang tak boleh lepas dari urgensi ‘Hayaatan Thoyyiibah‘ kehidupan yang baik.
Imam Al-Qurthubi mengumpulkan pendapat para ulama tafsir tentang makna Hayaatan Thoyyibah (kehidupan yang baik) ketika beliau menafsirkan firman Allah QS. An-Nahl diatas.
Pertama, kehidupan yang baik bermakna Rizqun Halal ‘Rizki yang halal‘, beliau mengalamatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Said bin Zubair, Atha’ dan juga Adh-Dahak.
Rizki yang halal akan mendatangkan ketenangan hati, tenang saat mencari, nyaman pula saat membelanjakannya. Tak ada was-was khawatir atau perasaan bersalah, karena ia hanya mengambil yang dihalalkan oleh Allah dan tidak pula merenggut apa yang menjadi hak orang lain.
Makna kedua dari kehidupan yang baik adalah Al-Qona’ah, ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Basri, Zaid bin Wahab bin Munabih dan bahkan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan makna qona’ah adalah ridho atas pembagian yang telah Allah anugerahkan. Nabi ﷺ menyebutkan orang yang qona’ah sebagai orang yang beruntung. Nabi ﷺ bersabda, “ sungguh beruntung orang yang telah berislam, diberi rezeki yang cukup lalu Allah menjadikannya qona’ah atas apa yang telah dikaruniakan kepadanya“. ( HR.Muslim )
Tak setiap manusia yang memiliki harta melimpah lantas puas dan ridha atas apa yang didapatkannya. Hati yang tidak qona’ah itulah sebab utama, hati yang terus panas, terbakar oleh nafsu yang tak kenal puas, baik minum air laut yang tak hilang dahaga karenannya.
Makan ketiga adalah توفيق إلى الطاعة, anugerah taufiq atau kekuatan untuk bisa menjalankan ketaatan kepada Allah, ini juga menjadi salah satu pendapat Adh-Dahak, beliau juga berkata, “barang siapa yang beramal sholeh sedangkan ia beriman baik dalam keadaan susah maupun mudah, maka kehidupannya adalah kehidupan yang baik. Dan barangsiapa yang berpaling dari berdzikir kepada-Nya dan tidak beriman kepada Rabbnya, tidak beramal shalih, maka kehidupannya adalah kehidupan yang sempit, tak ada kebaikan di dalamnya“.
Pendapat keempat, Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid berkata, “maksud kehidupan yang baik adalah Jannah”. Sedangkan Al-Hasan Al-Basri berkata, “tidak ada kehidupan yang baik selain kehidupan di Jannah”. Memang begitulah adanya Jannah adalah kehidupan yang baik, terkumpul di dalamnya kenikmatan yang tak terkurangi takarannya, juga disingkiran atas mereka segala perkara yang menyusahkan atau sekedar mengurangi rasa nyaman. Terkumpul di dalamnya antara keridhaan Ar-Rahman dengan nafsu yang terpuaskan.
Masih ada lagi makna lain yang disebutkan oleh para ulama, yang masing-masing tidak saling bertentangan bahkan saling menguatkan. Orang yang beriman dan beramal shalih akan mendapatkan kehidupan yang baik dengan segala pengertian di atas. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kehidupan yang baik di dunia, dialam barzakh dan di akhirat kelak, aamiin. (ahmadumarmujahid/darululumbogor.com)